Kini kursi manajer Manchester United dijabat Van
Gaal. Namun tetep saja penampilan United tak kunjung membaik. Performanya
seperti Roller Coaster. Menjanjikan pada sebuah pertandingan, namun berikutnya
harus keok.
Seperti kemenangan meyakinkan pekan keempat kontra
QPR dengan skor 4-0. Sepekan berselang United kembali kalah. Kali ini Leicester
City yang menghadiahi kekalahan pada pertandingan pekan kelima, Minggu
(21/9/2014) malam. Leicester menang dengan skor 5-3.
Pada partai tersebut United menampilkan tiga
penyerangnya sekaligus. Banyak yang menilai kekalahan ini akibat dari tak
seimbangnya sistem permainan United. Terlebih para penyerang United tak banyak
membantu dalam sisi pertahanan.
Analisa lain kegagalan MU datang dari legendanya
Gary Naville. Dia mengemukakan kekalahan ini karena performa lini tengah yang
ia anggap terlalu lembek dan tidak mampu mengimbangi irama permainan Leicester
yang dikomandoi gelandang senior Cambiasso.
Sementara mantan pemain Liverpool yang bekerja
sebagai kolomnis di Daily Mail, Jamie Carragher, menyatakan kekelahan United
terletak pada perekrutan pemain. Dia menilai United boros membelanjakan uang
tanpa membeli pemain yang dianggapnya tepat.
Jadi MU kalah karena
apa? Entahlah.
Namun satu yang pasti. Ya MU kalah karena mereka
cuma cetak 3 gol. Sementara lawannya cetak 5 gol.
Lalu perdebatan akan berakhir. Lalu kajian tentang
sepakbola kemudian tak lagi mengasyikkan. Tak ada lagi analisa yang
mengungkapkan taktik, tehnik, sejarah hingga romantismenya.
Romantisme? Ya romantisme ini terkadang sebuah tim
ataupun seorang pemain mampu menyuguhkan performa brilian.
Tengok apa yang dilakukan Tevez baru-baru ini. Selebrasi
dua gol melawan Zenit dengan goyang robotnya dipersembahkan untuk sang putri
tercinta agar tak lagi merajuk. Ataupun seleberasi cinta Gareth Bale yang
dipersembahkannya untuk sang kekasih.
Lalu kemudian dimana unsur romantisme kekalahan
United dan ketidakstabilan performa mereka?
Pada rezim Sir Alex Ferguson ketika masih menukangi
Manchester United, istilah “hairdryer
treatment“ begitu akrab ditelinga. Terlebih bagi pemain Manchester United.
Hal itu lumrah terjadi saban setan merah tampil mengecawakan.
Deretan korban ritual ini bisa dibilang panjang.
Bahkan diantaranya menyandang status bintang lapangan hijau. Seperti dari Beckham, kapten United dan Inggris kini, Roney. Hingga mantan pemain Setan Merah dan megabintang El Real
kini Cristiano Ronaldo.
Sebenarnya apa itu “hairdryer treatment“ ala Fergie?
“Hairdryer treatment” adalah
sebutan untuk kebiasaan mantan manager Man. United itu untuk mengkritik pedas pemain di ruang
ganti tim dengan berteriak langsung di depan muka untuk memperbaiki kinerjanya.
Bagi para pemain yang dilatih Fergie, “hairdryer treatment” ini seperti hantu.
Menakutkan. Hingga kemudian berubah wujud auman singa yang lapar bila hasilnya
tak memuaskan sang tuan.
Pernah suatu saat tepatnya pada musim 2006/07, para
pemain United mungkin mengira Sir Alex tak membawa “senjatanya”. Anggapan ini
ditunjang dengan keberhasilan Setan Merah yang telah memastikan juara Liga
Inggris dua pekan sebelum partai pamungkas tergelar.
Saat itu MU berhadapan dengan West Ham di Old Trafford. Pertandingan yang
tak memiliki arti apapun untuk United. Karena bagi Setan Merah sendiri menang
ataupun kalah mereka tetap juara Liga inggris.
Kemudian yang
terjadi, MU menjadi tim pesakitan setelah menelan kekalahan dengan skor 3-2
untuk West Ham.
"Kebanyakan tim akan melakukan selebrasi di
ruang ganti, bersiap untuk sampanye dan sesi foto, tapi kami tak demikian. Kami
menunduk menatap lantai seperti anak-anak sekolah, sang manajer memberikan kami
'hairdryer'." kenang Rooney
Bagi Fergie, selama MU menjalani partai yang
mengecewakan, disitulah dia bakal memamerkan “senjatanya”. Sekalipun itu pada
pertandingan tak lagi menentukan.
Talah dua musim sudah para pemain United tak lagi
menemui “hairdryer treatment”. Waktu
yang dirasa lama bagi seseorang untuk melupakan beberapa kebiasaan yang pernah
diperoleh dan dijalani. Atau dengan bahasa kekinian disebut gagal move on.
Mungkin para pemain United ini begitu romantis. Hingga
mewujudkan kerinduannya dengan menunjukkan performa yang tak stabil.
Entahlah.
Ya memang kemasyhuran Fergie tak hanya pada deretan
gelar. Namun kendali di ruang ganti yang begitu besar. Dan hairdryer treatment ini
adalah senjatanya.
Jadi Van Gaal, siap menghadirkan kerinduan hairdryer treatment terhadap para pemain
MU?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar